munzir Retentang mandi besar – 2008/08/10 1937Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda dg kebahagiaan, Saudaraku yg kumuliakan, satun hal, air sabun tidak sah untuk mandi junub, namun tentu umumnya kita menyiramkan air dulu ketubuh, baru menyabuninya, maka siraman pertama itulah mandi junub kita, sebaiknya seluruhkan air itu ketubuh agar junub selesai, lalu baru bersabun, lalu membasuhnya lagi, namun secara umum mandi kita sudah sah untuk mandi junub. permasalahan diatas adalah orang yg tidak mau berwudhu lagi setelah mandi junub, karena mandi junub itu sudah mencakup wudhu, tidak perlu wudhu lagi, namun sebaiknya wudhu lagi, karena disaat mandi junub selesai, lalu memakai sabun, maka tangan menyentuh lagi Qubul atau dubur, maka sudah batal wudhunya, maka tak bisa kita selesai mandi langsung sholat tanpa wudhu, dengan alasan mandi junub sudah mencakup wudhu. jika ingin tak wudhu lagi, maka ia mandi junub mendahulukan membasuh qubul dan duburnya dg niat mandi junub, baru mengguyur sekujur tubuhnya, tanpa menyentuh lagi qubul dan dubur, maka selesai mandi ia sudah suci dari hadats, dan ia tak perlu wudhu lagi untuk shalat, atau ia memakai cara sunnah, dengan tidak menyentuh qubul dan dubur kecuali dg tangan kiri, maka ia mengguyur tubuh bagian depan 3X, maka tangan kirinya membasuh qubul dan dubur, lalu membasuh tubuh bagian depan kanan 3X tanpa menyentuh lagi qubul dan dubur, lalu mengguyur tubuh bag kiri 3X tanpa menyentuh Q dan D, lalu mengguyur tubuh bagian kanan belakang 3X dan kiri belakang 3X tanpa menyentuh Q dan D. maka ia sudah suci, demikian maksud penjelasan saya diatas, lalu jika mau bersabun, hati hati menyentuh Q dan D dengan tangannya, jika ia menyentuhnya maka mandi junub tetap sah, namun harus wudhu lagi. Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, Wallahu a’lam Peduli Perjuangan Majelis Rasulullah saw No rekening Majelis Rasulullah saw Bank Syariah Mandiri Atas nama MUNZIR ALMUSAWA No rek 061-7121-494
Sepertiyang kita tahu, hukum mandi wajib adalah wajib ke atas lelaki dan wanita dengan memastikan keadaan rambut tidak terhalang daripada air untuk sampai ke semua rambut dan pangkalnya. Namun, ada segelintir masyarakat yang masih keliru dengan hukum mandi wajib ke atas individu yang memiliki rambut potongan Qaza' ini. Jakarta - Pada bulan Ramadhan, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ibadah, baik pada siang maupun malam hari. Sejumlah aktivitas yang biasa dilakukan dengan leluasa di luar bulan Ramadhan mesti dibatasi. Salah satunya yakni pemenuhan kebutuhan biologis atau seks. Hubungan intim suami dan istri mau tak mau harus menyesuaikan aturan-aturan di bulan Ramadhan. Gambaran Dahsyatnya Hari Kiamat dalam Ayat-Ayat Al-Qur’an Penjelasan Rasulullah Mengenai Sosok hingga Wilayah Munculnya Dajjal Jelang Kiamat Amal yang Membuat Mukmin Menempati Posisi Terhormat di Hari Kiamat Suami istri lazimnya akan berhubungan intim pada malam hari. Bahkan, seringkali saat santap sahur pun mereka belum mandi junub. Namun, kebanyakan lebih memilih langsung mandi junub begitu usai melakukan hajatnya. Mandi di tengah malam atau dinihari tentu menjadi tantangan tersendiri, terlebih kini berbagai wilayah Indonesia sedang musim hujan. Apalagi di daerah dataran tinggi yang memang bersuhu dingin, Mandi air hangat kemudian menjadi pilihan. Lantas, bolehkah mandi junub dengan air hangat? Saksikan Video Pilihan IniLakalantas Pajero Seruduk Truk Box di BanyumasMengutip laman NU, berdasarkan literatur yang ada, tidak terdapat ayat-ayat al-Quran dan sunah Nabi yang menyatakan bahwa tidak sah mandi junub dengan air hangat yang telah kita panaskan dengan panci, periuk, dan sebagainya. Tentu tidak kemasukan benda-benda najis, sepertidarah, bangkai, kotoran manusia atau benda najis lainnya. Di antara dalil yang menunjukkan boleh mandi junub dengan air hangat adalah dari Aslam al-Qurasyiy al-Adawy, mantan budak Umar bin Khattab beliau bercerita أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَانَ يَغْتَسِلُ بِالْمَاءِ الْحَمِيمِ “Sesungguhnya Umar dahulu mandi dari air yang hangat.” HR Abdurrazzaq Ibnu Hajar mengatakan sanadnya sahih Ibnu Hajar menjelaskan وأما مسألة التطهر بالماء المسخن فاتفقوا على جوازه الا ما نقل عن مجاهد “Masalah bersuci dengan air hangat, para ulama sepakat boleh kecuali riwayat dari Mujahid.” Fathul Bari, 1299 Kemudian terdapat riwayat dari Atha’ bahwa beliau mendengar Ibnu Abbas mengatakan لَا بَأْسَ أَنْ يُغْتَسَلَ بِالْحَمِيمِ وَيُتَوَضَّأُ مِنْهُ “Boleh seseorang mandi atau wudu dengan air hangat.” HR Abdurrazzaq Adapun hadis dari Aisyah radhiallahu anha, yang mengatakan دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ سَخَّنْتُ مَاءً فِي الشَّمْسِ ، فَقَالَ لَا تَفْعَلِي يَا حُمَيْرَاءُ فَإِنَّهُ يُورِثُ الْبَرَصَ “Rasulullah saw masuk menemuiku sementara saya telah menghangatkan air dengan sinar matahari. Maka beliau bersabda jangan kamu lakukan itu wahai Humaira Aisyah karena itu bisa menyebabkan penyakit sopak.” Perihal hadis Nabi SAW dari Aisyah RA para ulama hadis berpendapat bahwa hadis di atas memang tidak dikategorikan oleh para ulama hadis dalam tingkatan shahih, namun hadis ini dapat digunakan sebagai acuan untuk meraih kesempurnaan dalam beramal fadhail al-a’mal. Boleh Menggunakan Air Hangat untuk Mandi JunubOleh karena itulah Imam ar-Rafi’i menjadikan hadis ini sebagai acuan penetapan hukum bersuci dengan menggunakan air panas karena terik matahari hukumnya makruh. Pandangan ini tentu berbeda dengan ketiga madzhab lain selain madzhab Syafi’i yang tidak menghukumi makruh atas penggunaan air panas karena terik matahari untuk bersuci. Pendapat dari salah seorang imam besar dalam madzhab Syafi’i ini adalah bentuk kehati-hatian dalam menjalankan syariat dan ternyata selaras dengan pandangan para dokter yang menyebutkan adanya efek samping penggunaan air panas seperti munculnya penyakit kulit dan penyakit-penyakit lain. Sejatinya hukum kemakruhan dalam madzhab Syafii ini tidak serta merta disepakati secara bulat, diantara mereka masih terdapat perbedaan pendapat. Imam Nawawi tidak sepakat dengan pendapat yang menganggap bahwa bersuci dengan air panas akibat terik matahari hukumnya makruh. Beliau berpendapat bahwa menggunakan air panas karena terik matahari hukumnya boleh. Begitu juga dengan air panas atau hangat karena alat pemanas listrik atau kompor gas. Para ulama yang berpandangan mengenai kemakruhan penggunaan air panas atau hangat tersebut juga memberikan banyak catatan sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih madzhab Syafi’i seperti Al-Bujairaimi, Kifayat al-Ahyar, Al-Bajuri dan lain-lain. Diantara catatan yang menjadi titik tekan adalah apabila dalam penggunaan air tersebut berdampak negatif atau berpotensi negatif bagi penggunanya, seperti penderita jenis penyakit tertentu yang tidak diperkenankan menggunakan air panas atau akan bertambah sakit jika menggunakan air hangat atau perubahan suhu tubuh yang begitu drastis pasca mandi maupun wudhu. Hukum kemakruhan ini juga berlaku pula pada air yang sangat panas dan air yang sangat dingin meskipun dengan perantara selain matahari sebagaimana dijelaskan dalam kitab Bujairimi Ala al-Khatib فَالْجُمْلَةُ ثَمَانِيَةٌ كَمَا فِي شَرْحِ م ر. وَهِيَ الْمُشَمَّسُ وَشَدِيدُ الْحَرَارَةِ وَشَدِيدُ الْبُرُودَةِ، وَمَاءُ دِيَارِ ثَمُودَ إلَّا بِئْرَ النَّاقَةِ، وَمَاءُ دِيَارِ قَوْمِ لُوطٍ، وَمَاءُ بِئْرِ بَرَهُوتَ، وَمَاءُ أَرْضِ بَابِلَ، وَمَاءُ بِئْرِ ذَرْوَانَ. اهـ Artinya “Jumlah air yang makruh digunakan ada delapan sebagaimana terdapat dalam penjelasan Muhammad Ar-Ramli yaitu air musyammas panas karena terik matahari, air sangat panas, air sangat dingin, air kaum tsamud, air kaum Luth, air sumur Barahut, air Babilonia, dan air sumur Dzarwan.” Berdasarkan keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa hukum mandi dengan menggunakan air hangat yang dipanaskan dengan panci, periuk, dan sebagainya dibolehkan. Hanya saja perihal air yang dipanaskan oleh terik matahari dalam hal ini ulama berpeda pendapat, yakni ada yang mengatakan makruh dan ada yang membolehkannya. Tim Rembulan* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.