Puisi Hujan – Turunnya air dari langit yang kita namai hujan merupakan salah satu rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang membawa banyak manfaat bagi kehidupan dan patut kita syukuri. Dengan hujan, kehidupan di muka bumi senantiasa tercukupi. Di kalangan kawula muda, hujan menyimpan kesan tersendiri. Dari fenomena alam ini puisi hujan akan tercipta, memori kenangan masa lalu akan dikenang. Yah, dengannya puisi hujan yang menggambarkan suasana hati akan tercurah segalanya di sana. Buat kamu yang ingin melukiskan suasana hatimu dengan puisi hujan, berikut di bawah kami berikan kumpulan puisi tentang hujan. Hujan Bersamamu Oleh Handiyani Aroma itu, waktu itu dalam senja terbenam Hujan memihak dirimu bersemayam Rintiknya menjelaskan wajah bergumam Tanah basah menutupi jejak yang dalam Jelas benar rintik hujan bersamamu Menjadi pemisah saat temu Bertukar air mata semu Hujan menyelimutimu. [*] Kisah Hujan Oleh Rieneke Cahyani Aku menanti dirimu Seperti air menghujam sendu Terus jatuh mengalir kelu Hujan berteriak pilu Tak kudengar dalam surau Jiwaku termenung kelabu Menunggu cinta semanis madu Hingga usai balutan waktu Hujan seminggu berlalu Tersisa petrichor syahdu. [*] Setetes Kenangan dalam Hujan Oleh Tarisya Widya Safitria Dulu Saat semburat merah jingga nan elok Saat gumpalan kapas gelap bersanding bersama cakrawala Tetes kehidupan jatuh serentak Membombardir ribuan kilometer lahan Impresi menguap di atas tanah Larut bersama wewangian hujan Di bawah rintik-rintik nikmat Tuhan Tersemat manis indahnya janji masa depan Penuai kebahagiaan semu berselimut basah Kini Harus beradu dengan nestapa Menatap seruan hina yang menyayat jiwa Menusuk hingga rindu menyeruak keluar Dengan satu tarikan napas gusar. [*] Hujan dan Namamu Oleh E. Natasha Senandung lagu mendekap lirih romansa jiwa Benak menyapa raut wajah yang nyaris tenggelam Dalam lautan mimpi sang penghirup malam Melawan hujan, mereguk jejak tanpa nama dunia Dia yang mencoba membaca arah Dalam gelap, memanggil cahaya yang tersembunyi di balik aksara Berdiri sendiri mencoba mengenal suara kerinduan Adakah dia di sana masih terpaku menatap kenangan Kemana kau akan berlari Melepas pagi dan mencoba memutar mentari Apalah kau masih terlelap dan terus bermimpi Memuja cinta tanpa rasa haus duniawi Kenangan hujan memanggilmu, dan tetap memanggil namamu Meski luka mencoba menjauhkan dirimu dari putaran waktu masa lalu Bulan di sana masih merindukanmu Untuk kembali padanya, tanpa menghapus tangisan hujan di wajahmu. [*] Jadikan Aku Hujan Oleh Afifatur Rohman Jadikan aku hujan Akan kulukis kisah dengan muara air Akan kubuatkan bendungan yang dipenuhi cinta Akan kupenuhi jiwamu dengan rintiknya rindu Ajari aku menjadi hujan Agar aku bisa mengobati hausmu Haus akan dentuman rindu Mengalirkan kesejukan pada tubuhmu yang basah Ijinkan aku menjadi hujan Aku ingin persembahkan musik dengan jatuhnya aku Membuat alunan pada dinginnya cintamu Tapi, ini janjiku Tak ada petir yang membuatmu benci akan diriku. [*] Memori Tetesan Hujan Oleh Setia Erliza Sehelai daun hijau panjang Menutupi mahkota dari derasnya hujan Menuju tempat lautan ilmu Beberapa tahun yang silam Saat aku duduk di bangku Sekolah Dasar Memori daun pisang menjadi bait kisah haru Menempa kisah di musim penghujan Basah? Ayah, derasnya hujan menerpa tubuhmu Sambil menggigil kau genggam tanganku Jelas terlihat dari tangan keriputmu Menuntunku di bawah derasnya hujan Daun pisang mengukir kisah haru Ciptakan kenangan indah tak terhingga Antara aku, ayah, dan hujan. [*] Musim Hujan Berselimut Duka Oleh Fakhri Fikri Rangkaian kata kususun menjadi aksara Bercerita tentang musim hujan berselimut duka Di mana senja tak lagi jingga DI mana mentari enggan menampakkan muka Kala itu, langit menangis berlinang air mata Guntur beretorika tanpa bisa mengucapkan sepatah kata Indonesia berduka Bapak pluralisme bangsa telah tiada. Karawang, 10 November 2017 [*] Hujan di Ternate Oleh Abi N. Bayan Kau tumpah lagi di gelasku dan aku mesti menyeduh sisa-sisa teh dari cangkirmu. Malam ini, aku kembali memelukmu dalam diam sebelum asap rokok mati dari tanganku. Ada gigil tiba-tiba renyah di ruangan ini melesat keluar jendela dan kau sibuk merapikan sesak. [*] Rintik Rindu Novena Oleh Dikha Nawa Lembar keenam, kumulai lagi dengan mengingatmu Tentang rinduku yang belum tersampaikan Kala percik-percik gerimis menyapaku Di antara aroma remahan tanah yang basah Betapa sulitnya itu Begitu berat menahan lajunya… Entah, di rintik keberapa Ku kan mengeja bayangmu Membahasakan senyummu saat itu Di sini pun masih terasa sama Hampa, serupa kesendirian ini Hingga tak sanggup lagi, hatiku menahan keingkaran ini… Andai saja mampu Menghalau lajunya waktu Andai saja saat itu Tak bersumpah untuk membencimu. [*] Seperti Hujan Oleh Michra Fahmi Mereka bilang aku aneh… Karena aku selalu menunggu air turun dari langit Mereka juga bilang aku gila Karena senang bercerita pada hujan Mereka selalu menjauh ketika rintik menyapa Sementara aku selalu menyambutnya dengan riang Kau benar tentang hujan, ada aroma tanah yang terjamah Dan selalu menggugah rasa rindu antara kita Aku harap kau tau pernah lupa pada hujan yang mempertemukan kita Saat bersama tersenyum memandang langit hitam dan derasnya hujan Kau ajarkan aku menjadi seperti hujan di malam hari Atas harapan dan rinduku pada seseorang Yaaah… Hujan tak pernah lelah turun meski malam Dan tak pula mengharapkan datangnya pelangi. [*] Kisahku dan Hujan Oleh Ghivan Christine Dalam ayunan langkah, yang semakin lambat Dalam helaan napas, yang semakin dalam Dalam desir angan, yang kian menjauh Dalam desah hati, yang kian membiru Entah harap, entah khayal yang digenggam Entah duka, entah suka yang dikecap Hanya tetes hujan yang paham Hanya tetes hujan yang menjawab Dalam biru yang kian menyatu Di derasnya tetes hujan Tak ada kata yang terucap Tapi selaksa makna terjawab Kisahku sama dengan hujan Datang dan pergi tanpa pamit menghembuskan asa dan juga nestapa Hingga hanya dingin yang tersisa. [*] Secercah Hujan di Ujung Senja Oleh Reni Triasa Masih seputar rindu, Tergeletak tak berdaya di antara sendu Isak tangis semakin memekik kalbu Terbata-bata melisankan ingin bertemu Masih seputar rindu, Di ujung senja semakin rapuh Di cercah hujan ingin tetap tinggal Menanggung pedih serpihan rindu di atas bahu Masih seputar rindu, Menyeret paksa jiwaku penuh bisu Menahan jengkal langkahku dengan tangis Suara hati yang berteriak histeris, berkata tetaplah di sini Di atas rinai hujan yang jatuh tanpa jeda Rindu ini belum selesai, katanya. [*] Rinai Memberai Oleh Peti Rahmalina Rinai datang padaku pada saat diri tengah menepi Renyai senyawa hidrat memecah sunyi Segala impresi tentangnya menguar memenuhi imaji Kembali pada ilusi tuk berpuisi Rangkaian asa yang kucipta terverai Dia pergi ketika rinai datang memenuhi semesta tak berisi Serenada pilu mencipta elegi Nyeri yang kau berikan, kuresapi dalam-dalam saat hujan Sembilu menjalar setiap kali rinai berjatuhan Sembunyikan air mata redam jerit kekecewaan Dalam cinta yang tiada berupa Rinai memberai Rinai memberai asa Dalam rindu yang membuat tiada Rinai memberi asa Jadi tiada yang membuat rindu. [*] Sajak Pertemuan Hujan dan Senja Oleh Windarsih Guguran air menyelubungi rona pipi senja Mengembang senyum sepasang insan bertudung payung jingga Bumi sudah dijamah resapan manis hujan senja Usapan tangan di kala pintu-pintu langit terbuka Magis hujan meniduri relung-relung kerinduan Pertemuan perpisahan silih berganti tanpa salam Bagai sebujur kilat membelah angkasa tak pedulikan masa Setara air hujan kala rasa menjatuhkan lara Menatap hitam pemegang gagang payung jingga Kularang melangkah sebelum tangis hujan reda Mencari bening di antara helai rambut legammu Mendaratkan rindu semasa kemarau bertahta padaku Sajak pertemuan di bawah kembang payung hujan Teduhkan jiwa dua insan pemuja ritme tetesan Memori penghujung Desember pelukan batas senja Engkau dan aku meniduri rasa manis air dirgantara. [*] Titisan Hujan Bersama Nyanyian Syahdu Oleh Jannatul Ula Kilau mentari menyinari bumi dengan tandus alam yang menerjang Seketika awan berubah wujud menjadi mangsa kegelapan Mengharapkan curahan air yang menabur Rintihan suci menghidupkan dunia indah nan syahdu Memanggil cinta bagai akar menjalar untuk tetap bersemi Menghias bunga mekar diiringi musik gemercikanmu dari kelayuan Menghias alam dengan biasan mentari Sebagai tangga cinta sang bidadari Butiran embun menempel di ujung dedaunan Membentuk indah bagai mutiara bening Rintihan hujan butir suaramu menyejukkan imajiku Dalam keheningan anganku terbang entah kemana bersama angin Membuat tubuh ini membeku Dengan hawa yang kau curahkan. [*] Kenyataan di Balik Hujan Oleh Tista Apriyandani Pergilah….! Ujarku membara laksana petir membelah sunyi Kian dusta terlanjur kau hembas melukai hati Ku tak pikir sejauh apa langkah kaki pergi Melambai pergi raga tenggelam tak peduli Surat terbuang… Secarik kertas teruntai menari di atas pena Hujan bersaksi dikau menusuk jantung mata Sedih di kala duka hamba menyapa relung raga Berpaling kau pergi silakan saja hatiku rela Bersabar… Insan hati terkelupas Sang sarang perih terluka Tinggalkan dikau bagai telur pecah tak berguna mencintaimu laksana jasad di balik keranda Relung menangis kian terpecah sakit merana Tak peduli… Berlarilah sebahagia kau kejar kapas berkabur Enggan ku lari melangkah menggapai gerimis cinta Sesak hati mengema kaku tenggelam dalam kubur Bibir tak sudi berampun dikau kejam seribu dusta. [*] Aku rindu hujan di tiap-tiap tetesan; pada matamu langit kesunyian aku rindu hujan di tiap-tiap percikan; pada detakmu gemuruh keheningan aku rindu dirimu di tiap-tiap hujan; pada namamu menderas kerinduan [**] Kisahku Tak Merindu Hujan Oleh Bukamaruddin Aku adalah tanah kota kemarau abadi yang dihampiri aspal dan beton Aku tak bisa lagi menjadi laki-laki peneduh seperti pohon di pinggir jalan yang sekarang enggan berdaun Aku tak bisa lagi menjadi laki-laki lumpur seperti kesederhanaan tanah dan kenangannya Di sini kisah kasih membantu tunggu tak lagi patuh rindu tak lagi butuh Jika engkau memang tiba maka kuminta gerimismu karena hanya itu yang membuatku tak meluap Jika engkau tetap datang maka kucinta pelangimu karena hanya itu yang tak membuatku mengeluh. [*] Kita Kepada Aku dan kamu Saja Oleh Riris Ariska Dulu ratusan sajak kutulis karenamu Ribuan kata kusampaikan padamu Milyaran mimpi terangkai atas kamu Dulu sebelum kita kepada aku dan kamu saja Aku tak ingin melupa Rasa penuh yang masih menyenja Meski gelap akan datang, dan badai menentang akan menghempaskan, dan pada hujan kau akan kuleburkan Aku tetap mempersilakan dingin memluk, biar dibasah memori terangkut, biar hujan jatuh dan banjir tak kunjung surut, aku tak akan larut seperti gula yang kau aduk. [*] Anggap Saja Hujan ini Adalah Aku Anggap saja hujan ini adalah kenangan, meski rintik yang sedetik, tapi mampu mengingatkan anggap saja hujan ini adalah kerinduan, meski rintik yang setitik, tapi mampu mempertemukan anggap saja hujan ini adalah aku, meski sudah tak lagi deras, tapi tetap membekas. [**] Halte Persimpangan Oleh Rizqi Amalia Di bawah rintik hujan Berpayung langit hitam Aku berjalan memungut puing-puing kenangan Sebuah pertemuan di halte perpisahan Seulas senyum tercipta oleh tatapan mata tanpa sengaja Sepatah sapa memecah keheningan yang ada Berharap hujan enggan tuk reda Tanpa terasa detak dada berdecak tak semestinya Semusim telah berlalu, menelan detik yang melaju Tentangmu, membingkai sisi kalbu Siluet senyum memahat rindu Namun kehilangan mendahului temu Selepas engkau tiada Hujan tak lagi sama Rintiknya membawa aroma kamboja Segenggam ikhlas melepas langkahmu di alam sana. [*] Hujan ini Turun Lagi Hujan ini turun lagi untuk yang kesekian kali mengingatkanmu mengingatkanku tentang rintik soal waktu yang sedetik hujan ini turun lagi menetesi kedua pipi membasahimu membasahiku tentang kenang soal airmata yang berlinang hujan ini turun lagi dari kata yang kau namakan puisi namamu namaku tentang cinta soal rasa yang pernah singgah hujan ini turun lagi membekas di lubuk hati. [**] Menikmati Tamparan Hujan Oleh Nani Andriani Saat hujan melanda negeriku Seolah candu aku berlari tanpa malu Menikmati indahnya penorama alamiah Derasnya hujan membasahi tubuhku Membelenggu memikat rindu Kutelentangkan kedua sudut tanganku Menari-nari layaknya bocah kerdil Di bawah guyuran air bah langit Kuterdiam di jalanan sepi Menikmati setiap jengkal tamparan mega Menyentuh pori-pori Kutengadahkan wajah polosku Menyambut datangnya air kehidupan Kupejamkan mata lentikku Meresapi rintikan air yang menjatuhiku Dengan berpayung awan mendung Kulangkahkan kaki menjelajahi pertiwi Bersama hujan yang menemani Hingga reda tak jatuh lagi. [*] Senja Basah Oleh Putry Kata Jingga itu menggoda Jejak kita yang tanpa sisa Pada hujan senja itu Kugantung harap tanpa semu “Jika kita adalah takdir Datanglah dengan cinta tanpa khawatir.” Dahulu, rapal cinta di senja basah Adalah kita saling menyapa Lewat tatap mata Lalui kata tanpa suara Rintik yang jatuh di senyummu Membuatku cemburu “Ingin sekali mendekap lesung pipi Yang begitu tampan itu” Kini, senja itu masih basah Namun cinta kita, yang tertinggal hanya kisah. [*] Hujan Kematian Oleh Lulu’atul Puadiya Tanduk merunduk menguntai zikir kematian Tertunduk di barisan para prajurit untaian deru hujan membasahi tubuh kumalnya Simbahan lumpur mulai menjalar baik sungai tanpa jejak Sajak tangisan terdengar dari lubang tak bertulangnya Miris… Sebuah penantian di tengah tangis hujan Penantian yang terpaksa menanti Zikir kematian semakin dekat Kala sang jubah kebesaran berdiri Bak cagak mencagak tubuh tak berdaya itu Tangisan itu hancur lebur Lidah tak bertulang itu bergetar…. Menahan perihnya gejolak kematian. [*] Saat Merindumu Merindumu adalah menemu sunyi seperti gerimis menjumpai tangis serupa puisi; sebait kata pada tubuh sepi dirinya sendiri merindumu adalah menemu sunyi seperti detak dalam tubuh sajak serupa bunyi; rima yang tak henti-henti menyeru namanya sendiri. [**] Mutiara Kecil Oleh Endang Kurniawan Lihatlah rintikan hujan yang berirama Mengantarkan sebuah kisah dalam drama Kesejukannya menghapus segala bentuk kesedihan butiran-butirannya melukiskan bait yang sedang berjajar Kebahagiaan ini takkan pernah lepas rindu Saat mutiara kecil mengalir indah di wajahmu Hingga jari-jari mungil ini berpijak seraya bertumpu mengusap lembutnya lapisan permukaan nan sejuk Langit pun menangis di saat wajahmu mengalirkan air mata Kisahnya seolah tampak, namun tak terlihat Mutiara kecilnya mengalir mengantarkan sejuta harapan Harapan yang dahulu kutuliskan dalam bait kisah Mutiara kecil di wajahmu Bercahaya layaknya mentari di siang kelabu Kisahnya penuh kenangan manis seperti madu Hingga tak disadari jiwa kehilangan rindu. [*] Kusambut Hujan Oleh Ely Widayati Detik waktu berlalu meninggalkan kawan Kemarau yang mendera mulai bosan Tanaman rimpang menyembunyikan dahan Rumput kering menahan lapar Bilakah hujan datang menghampiri Walau turunnya rinai kecil Mereka senang akan harum hujanmu Membawa kesejukan riang dalam kalbu Rintik tawamu menyuburkan tanah Meski di sini ada air dalam kulah Namun aliran hujan lebih berkah Air alam ciptaan Alloh Kusambut musim hujan ini Dengan senyuman tulus dari dasar hati Agar alam tidak ternodai Agar hujan tidak dicaci. [*] Di Saat Hujan di Suatu Sore /1/ Ditabur hujan kesunyian sore ini menderas pada getar kata sajak-sajak ditulis menepis sepi melebur jarak dirinya bunga-bunga tumbuh di antara jendela, kursi, dan meja pasti dikenalnya rindu merekah pada nafasmu ujung-ujung jari yang sedari dulu –menyentuhnya melebur pada detak waktu /2/ hujan kesunyian, tidakkah kau dengar puisi suara sepi pada pertemuan ini sajak yang ditulis tak pernah terbaca sebab rindu selalu membuat kita lupa lalu, kembali hujan menulis puisi –lagi di setiap rintiknya di antara jendela, kursi dan meja – tentang bunga-bunga /3/ dan begitu saja pada suatu sore ini hujan yang menderas sajak-sajak yang tak terbaca hingga sampai pada sunyi aku masih sendiri di kursi ini berteduh pada puisi dari hujan sore ini. [**] Kau Pikir Hujannya Telah Reda Oleh Mohammad Roni Sianturi Kau pikir hujannya telah reda begitu saja, kawan? Kau pikir tidak ada sisa? Ah, Menyisakan genangan di hati. Esok, lusa, dan akan kuingat genangan air ini Betapa basah hatinya; tergenang sedih kata Yang kau katakan sendiri Di depan mata dan telinga. Kawan, Kau pikir hujannya telah reda, kau tak sadar; airnya menggenang di hati Kata yang kau kata; badi Dan kini; kau hanya menatap Pura-pura lupa dan suka berbasa-basi Perih dan pedih… Kata-katamu menggenang; menyayat hati. [*] Hujan Malam Ini Hujan malam ini menetes dari pipimu mengalir di pelupuk sunyi membasahi detak waktu Jejak-jejak menulis sajak di hujan malam ini air matanya sendiri Barangkali matamu dan mata hujan adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan serupa api kepada abu seperti aku kepada kamu. [**] Keterangan *Diambil dan ditulis ulang dari buku Bait Kisah di Musim Hujan Antalogi Puisi. CBK Publishing, Banda Aceh, 2017 **Puisi hujan dengan judul Aku Rindu Hujan, Anggap Saja Hujan ini Adalah Aku, Hujan ini Turun Lagi, Saat Merindumu, Di Saat Hujan di Suatu Sore, dan Hujan Malam Ini sudah dipost sebelumnya oleh Moh. Faiz Maulana di
PuisiAlam - Alam selalu memiliki pesona yang begitu indah. Sangat elok dipandang mata dan bisa membuat banyak orang berdecak kagum. Apalagi bagi seorang penyair yang lihai merangkai kata, keindahan alam ini bisa menjadi sumber inspirasi untuk menghasilkan sebuah karya. Kekagumannya akan menciptakan puisi alam yang begitu indah. Tak hanya keindahannya saja yang bisa menjadi inspirasi menulis
Puisi Hujan – Hujan adalah fenomena alam turunnya air dari langit yang biasanya disertai dengan awan mendung. Hujan memiliki manfaat yang sangat luar biasa bagi kehidupan di bumi. Karena dengan adanya air hujan yang turun akan mencukupi kebutuhan mahluk hidup yang bergantung dengan air. Semua mahluk hidup membutuhkan air tak terkecuali kita sebagai manusia. Hujan adalah rahmat yang diberikan tuhan kepada kita yang membawa sejuta manfaat. Namun bagi anak muda, hujan pasti menyimpan banyak kenangan. Entah itu kenangan masa kecil ataupun kenangan bersama pasangan. Hujan juga bisa mewakili kesedihan seseorang yang putus harapan hingga orang yang putus cinta. Nah, untuk menggambarkannya kita membutuhkan karya yang tidak asing lagi yaitu puisi. Yap, puisi bisa mewakili perasaan kita, disaat kita sedih, senang, bahagia kita bisa mencurahkan semuanya kedalam puisi. Baca Juga 150 Kumpulan Puisi Cinta Romantis, Sedih, Rindu, Galau Terbaik 40 Puisi Kehidupan Penuh Makna dan Harapan Penyemangat Hidup 75 Kata Kata Puisi Roman Picisan Paling Romantis dan Bikin Baper 43 Kumpulan Puisi Keindahan Alam Indonesia dan Lingkungan 31 Contoh Puisi Islami Menyentuh Hati dan Jiwa Nah, bagi kalian yang sedang mencari puisi tentang hujan, saya sudah menyediakan puisi tema hujan lengkap yang bisa kalian gunakan untuk tugas sekolah ataupun yang lainnya. Berikut adalah 22 contoh puisi tentang hujan lengkap. Katakan Pada Hujan Bambang Priatna Terbelak mata memandang pucat Hujan Arya '17 Seakan langit sedang berduka Rona jingga tertutup jelaga Hujan Tak Bermentari Altar Cinta / hadi Rindu Bergelantung Agung Wig Patidusa Malam menapakkan hujan kesunyian Sayup-sayup rerintik mengerang Nada kelam napas bersenandung Rindu bergelantung antara hening Mencekam jerat-jerat Nala Kala Sukma memendam tanya Kerinduanku Ibenk Campret Malam ini aku merindukanmu Bagai kehausan tengah sahara Terkapar pula kerinduanku Cukuplah sebagai pelepas rinduku Ciptakan damai menyejuk jiwaku Rindu Yang Bercadar Bambang Priatna Tolong ambilkan saputangan putih Kauusapkan kening mengayun lembut Kuhanya terpejam menikmati Dalam kobaran lentera kecil Namun kini, hujan memelas Embun Jatuh Di Lamomea Ibnu Nafisah Fajar gelepar setelah malam Celaka. Pos tertawa membrutal Genderang mengerang tiga kali Serulah panggilan hening beku Lamomea terdiam dan sembunyi Kerinduanku Ibenk Campret Merangkum gugusan jemari hari Yang membeku membiru batu Mungkin rembulan terlalu sunyi Bahagiakah atau sengsara, entahlah Mama Ibnu Nafisah Berdaun berbiji lalu berbunga Sebagian hidupnya hitam berbatu Guratan kemarau hujan mendera Ketika banjir datang meradang Melukai kadang rontok mendesah Dipeluknya pohon rindu cintanya Sepohon ranting asa buana Menembus Debu dan Angin Rayhandi Hinggap di julangan akar hijau Masuk menyeruak ke kayu akar Membekukan sepi hingga embun Memberi minum hijau yang kering Mengganti layu menjadi segar Mengganti gersang menjadi basah Rintik jatuh memecah tanah Membawa semua dingin ke tempat kekasih berada. Musim Hujan Rayhandi Berbalut selimut menghangat raga Dingin terasa hingga sampai ke tangan Hujan kali ini begitu berbeda Berbeda karena di ujung malam Bermain kantuk membutakan mata Masih menjadi beku yang tak hangat Terasa sesak takkala tertatap Mungkin dingin menjadi penawar Atap dan daun rimbun jadi saksi Bahwa bening mencumbu hijau Terlarut basah meninggal subur Penawar di musim kemarau. Aku Suka Hujan Rayhandi Ia mengingatkanku pada ratap Basahnya melarutkan dukaku Basahnya menyamari airmataku Bersama ia yang takhenti mengais Dengannya ratusan sajak ku kutat Ribuan kata tergiang di tempurung otak Milyaran bayang berjalan di sana Karena di setiap air yang jatuh Ku ikat sepucuk doa kecil Jatuh ke bumi membawa semuanya. Terima Kasih Hujan Rayhandi Berkatmu kami tak kekeringan Berkatmu kami bisa meneguk air Kami selamat dari kekeringan Tanaman tanaman hilang dari kering Tanaman petani subur basah Air di sumur banyak meruah Terima kasih kau telan turun Semua hijau, air, katak besyukur Kenangan di Basah Hujan Rayhandi Di basah itu memori tersangkut Menyanyut ingat membara bayang Terlihat warna di pucuk mata Kurasa memori menari bernyanyi berputar Kenyataan yang menggenggam Hangat menguar melawan dingin Terbawa sampai ke hulu hati Rasa di bidang merah masih menyenja Di bayang barat rasa itu kugantung Aku belum larut menjadi abu Aku masih menjadi ingatan yang takkan raib Menjadi sepertiga kenangan yang hidup di hujan malam Aku masih menjadi cerita untuk hari ini dan selamanya. Hujan Malam Ini mengalir di pelupuk sunyi barangkali matamu dan mata hujan adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan Disaat Hujan di Suatu Sore ditabur hujan kesunyian sore ini sajak-sajak ditulis menepis sepi di antara jendela, kursi, dan meja ujung-ujung jari yang sedari dulu Saat Merindumu merindumu adalah menemu sunyi seperti gerimis menjumpai tangis sebait kata pada tubuh sepi merindumu adalah menemu sunyi seperti detak dalam tubuh sajak rima yang tak henti-henti Hujan ini Turun Lagi soal airmata yang berlinang dari kata yang kau namakan puisi soal rasa yang pernah singgah Anggap Saja Hujan ini Adalah Aku anggap saja hujan ini adalah kenangan, meski rintik yang sedetik, tapi mampu anggap saja hujan ini adalah kerinduan, meski rintik yang setitik, tapi mampu anggap saja hujan ini adalah aku, meski sudah tak lagi deras, tapi tetap Aku Rindu Hujan Hujan Membawa Kenangan Kenapa aku suka pada hujan? Kerana ia membawa kelam yang gelap Kerana ia membawa gelap yang redup Kerana ia membawa redup yang sayup Kerana ia membawa basah yang kuyup Kerana ia membawa bayu yang bertiup… Hujan mengiringi langkah kita Hujan menyertai tawa mereka bersama hujan kita berlari mengenali diri bersama hujan kita melirik penuh erti bersama hujan kita tersenyum dalam hati bersama hujan kita mengenal cinta sejati dari tiap butirnya aku belajar tentang kerinduan lalu basahlah aku dalam kenangan dari tiap titisnya aku belajar tentang cinta lalu hanyutlah aku dalam kebahagiaan Masihkah menyimpan kesukaan yang sama? Saat kau memimpin tangan ku Saat kita dibuai kerinduan Saat kita dihanyut percintaan Saat kita dalam keriangan Saat kita jalan bersisian Kerana itu aku suka hujan Hujan membawa kau kepada ku Dan harapku kau masih menyukai hujan kenangan 7MF3.